ADEG IRAS,
PAMOR, adalah nama pamor yang menyerupai garis lurus
mulai dari ujung bilah sampai pangkalnya yang bersinggungan dengan bagian
ganja. Pada bagian ganja, pamor ini seolah menyambung lagi sampai kebagian
yang bersinggungan dengan pesi. Pamor ini dinilai baik tuahnya dan tergolong
pamor langka.
AENGTONG
TONG, nama desa di Serunggi, Sumenep yang sampai
kini masih membuat keris dan tombak. Desa ini dulu merupakan tempat tinggal
para EMPU yang memenuhi kebutuhan kerajaan Sumenep dan kini masih ada
beberapa orang yang bekerja sebagai pandai keris seperti Jaknal, Jembar,
Jekri, Hoji dan lain lain.
AEROLIT, adalah batu pamor yang sangat keras dan berasal meteor, bila
telah menjadi pamor akan berwarna kuning keabu-abuan. Gradasi warnanya tidak
terlalu kontras dibandingkan dengan kehitaman warna besi dasar sehingga sulit
dilihat mata, pamor dari bahan ini sering juga disebut Jalada.
AKHODIYAT, PAMOR, adalah bagian dari kelompok pamor yang memiliki kecemerlangan
lebih gemerlap dari bagian pamor lainnya. Pada satu permukaan bilah keris,
ada bagian yang kecemerlangan pamornya menonjol dibanding kecemerlangan pamor
disekitarnya dan sepintas lalu mirip dengan lelehan logam keperakan yang
putih mengkilap. Menurut EMPU Fausan Pusposukadgo, ini terjadi karena suhu
yang tepat pada saat penempaan dan bukan dibuat oleh logam perak seperti
dugaan orang, Pamor ini tidak dapat direncanakan dan tergolong pamor Tiban,
pamor ini banyak disukai orang, di Madura dan Jawa Timur disebut Pamor
Deling.
AKIM, nama
seorang pembuat keris yang hidup diawal abad 20, dijaman penjajahan Belanda
dan tinggal di kampung 21 Ilir, Palembang.
ALIAMAI,
sebutan orang Serawak, Brunei, Sabah
dan sebagian penduduk Mindanau Selatan untuk menyebut keris. Diperkirakan dari bahasa Sulu di
Mindanau Selatan.
ALIP, nama pamor yang selalu menempati
sor-soran, terutama pada sebilah keris, namun kadang ditemui juga di tombak. Termasuk pamor titipan dan pamor Rekan. Bentuknya hanya merupakan
garis lurus, tebal sepanjang sekitar 4 sampai 6 cm dan kadangkala ujung garis
itu membelok patah sedikit. Pamor Alip bukan merupakan pamor Sada Saler
terputus, tetapi sengaja dibuat begitu dan karena titipan kadangkala terdapat
disela pamor lainnya yang lebih dominan.
Bagi sebagian orang, pamor ini mempunyai
tuah baik yakni memperkuat iman, tahan godaan dan tidak tergolong pamor
pemilih hanya pemiliknya harus berpantang terhadap beberapa hal.
AMBER, MINYAK, campuran minyak keris dengan bau yang keras memberi kesan
sakral, ada yang menyebut minyak Misik.
ANDA AGUNG, salah satu bentuk pamor berbentuk garis-garis menyudut, bersusun-susun,
berjajar keatas dari pangkal keujung bilah, tergolong pamor tidak pemilih dan
dipercaya dapat memperlancar karier. Termasuk pamor Miring.
ANGGA CUWIRI, EMPU terkenal pada jaman kerajaan Majapahit sekitar abad 14,
buatannya dikenali dengan tanda sebagai berikut :
Ganjanya relatif berukuran panjang dibanding dengan keris buatan jaman
Majapahit lainnya. Gulu melednya berkesan kekar dan kokoh. Buntut cecaknya
tergolong ngunceng mati. Bagian gendokannya montok, gembung. Bilah kerisnya
berukuran sedang tetapi agak ramping dan agak tebal, besinya matang tempaan
berwarna hitam kebiruan namun mempunyai kesan kering. Dibanding dengan bentuk
keris secara menyeluruh, bagian sor-soran agak terlalu lebar, blumbangannya
juga lebar dan luas. Pamornya sederhana, kebanyakan Wos Wutah atau Pulo
Tirto.
Keris buatan EMPU Angga Cuwiri mempunyai kesan penampilan
yang keras, berwibawa dan meyakinkan.
ANDORAN, salah satu cara
mengenakan keris sebagai pakaian kelengkapan Adat Jawa Tengah terutama di Surakarta. Keris diselipkan di sela lipatan sabuk lontong, diantara
lipatan kedua dan ketiga. Kedudukan keris tegak, ditengah punggung si pemakai
sedangkan hulu dan warangka keris menghadap kekiri. Cara ini dipakai untuk
menghadap orang yang dihormati, umpamanya Raja atau berada ditempat yang
perlu dihormati seperti mesjid, makam dan sebagainya.
ANGGABAH KOPONG,
salah satu dari 4 macam bentuk ujung sebilah keris atau tombak,
menyerupai sekam padi kopong biasanya buatan Pajajaran atau Tuban banyak yang
berbentuk Anggabah Kopong.
ANJANI, NI EMPU, EMPU wanita terkenal dijaman Pajajaran sekitar abad 11, umumnya
bilahnya tipis, panjangnya cukup dan manis, besinya pilihan, tempaan matang
dan berwarna hitam. Pamornya tergolong Mubyar, biasanya Udan Mas, Wos Wutah
atau Pendaringan Kebak dan pamor sejenis itu.
ANGGREK KAMAROGAN, KINATAH, adalah hiasan berupa pahatan relief (gambar timbul) pada sebilah
keris atau tombak. Bentuknya berupa rangkaian bunga anggrek. Pahatan ini
hampir selalu dilapisi dengan logam emas atau emas dan perak, paling sedikit
hiasan ini memenuhi setengah bilah. Dahulu yang berhak memakai ini hanya
kerabat Raja dan Patihnya saja.
ANOMAN,
Nama dapur keris Luk Lima.
Ukuran panjang bilahnya sedang, memakai kembang kacang, lambe gajahnya hanya
satu, pakai ri pandan, sogokannya rangkap dan panjang sampai kepucuk bilah,
selain itu tidak ada ricikan lain. Keris ini gampang
dikenali karena sogokannya yang panjang tersebut.
ANUKARTO,
PAMOR, lihat
pamor rekan.
AREN,
KAYU, jenis kayu
biasanya untuk tangkai tombak (Landeyan, bahasa Jawa), karena cukup berat
biasa dipakai prajurit berbadan cukup kuat.
ARJANATI,
KANJENG KYAI,
salah satu tombak pusaka Pura Pakualaman, Yogyakarta. Bentuknya tidak biasa
termasuk Kalawija, bilah lurus, pipih dan dibagian pangkal seolah digigit
moncong Naga bersayap. Sayap naga tersebut dua susun,
depan dan belakang dan masing masing susun memiliki lima bulu. Tombak ini tergolong nom-noman.
ASIHAN, PAMOR, gambar motifnya seolah menyatu antara gambar yang ada di bilah
keris dan pamor yang ada di bagian ganja nya, pamor ini tidak berdiri sendiri
dan selalu digabingkan dengan pamor lain yang lebih dominan seperti Ngulit
Semangka Asihan dan sebagainya.
AWAR-AWAR, KAYU, sering dipakai untuk rangka keris karena memiliki poleng hitam seperti
kayu Timoho walau tidak seindah Timoho serta bahannya lunak.
BALEBANG,
dapur keris luk lima,
ukuran panjang bilah sedang, kembang kacang, lambe gajah satu, sogokan
rangkap pakai sraweyan, tanpa greneng. Selain luk lima juga ada Balebang luk tujuh dengan
kembang kacang, lambe gajah satu, sogokan rangkap dan sraweyan.
BALEWISA, KANJENG KYAI, pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Parungsari, wrangka dari kayu
Timoho dengan pendok bunton terbuat dari suasa. Semula milik Tumenggung
Sasranegara kemudian diberikan ke anaknya Tumenggung Sasradiningrat yang
menjadi menantu Sri Sultan HAMENGKU BUWONO I, keris ini kembali ke Kraton
dijaman Sri Sultan HAMENGKU BUWONO V.
BANGO DOLOG, Dapur keris luk tiga , ukuran bilah
sedang, memakai kembang kacang, lambe gajah dua, pejetannya dangkal, memakai
tikel alis. Bagian belakang bilah, dipangkal (sor-soran) tepinya tidak tajam
sampai ke luk yang ke dua selain itu tidak ada ricikan lainnya.
BENDO SAGODO, pamor yang gambarnya merupakan bentuk gumpalan yang mengelompok rapat,
masing masing gumpalan terpisah jarak 0.5 cm – 1 cm dan tergolong pamor
rekan. Tuahnya gampang mencari rezeki dan pamor ini tidak pemilih.
BERAS WUTAH, lihat WOS WUTAH.
BERAS WUTAH PELET, gambaran pada wrangka kayu Timoho yang berupa bintik besar dan
kecil berwarna hitam tersebar tak beraturan, katanya mempunyai tuah yang baik
untuk mencari rezeki.
BESI KUNING, atau wesi kuning sebutan senjata tradisional yang terbuat logam
bewarna kuning biasa berbentuk bukan keris tetapi pangot, patrem, golok pendek
dan orang orang tua mengatakan bahwa besi kuningan merupakan campuran unsure
besi, timah putih, perak, seng, timbal, tembaga, emas. Dipercaya mempunyai
kekuatan gaib menjadi orang kebal terhadap senjata lain.
BESUT,
lihat MASUH.
BETOK,
salah satu dapur keris berukuran bilahnya lebar dibandingkan bilah keris
lainnya. Panjang bilahnya pendek lurus, gandiknya panjang, pejetannya
dangkal, dan merupakan keris yang tua umurnya.
BIMA KURDA, salah satu dapur keris luk 13, memakai kembang kacang, jenggot
susun, lambe gajah satu, tanpa sogokan, tanpa tikel alis. Selain itu memakai
Sraweyan dan greneng lengkap. Selain luk 13 ada juga yang luk 23 dan ukuran
kerisnya lebih panjang dari kalawija, ricikannya memakai kembang kacang,
lambe gajah dua, sogokannya dua, ukurannya normal, memakai greneng lengkap
atau hanya ri pandan.
BIRAWA, KANGJENG KYAI, keris pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Carita, luk 11.
Wrangkanya terbuat dari kayu Timoho dengan pendok dari emas bertahta berlian.
Semula ini punya Sultan HAMENGKU BUWONO I yang dianugrahkan ke Pangeran
Hadikusuma, putranya, akhirnya setelah berganti ganti pemilik kembali lagi ke
Kraton dengan harga 300 ripis.
BIRING DRAJIT, salah satu dapur tombak lurus, bilahnya simetris. Sisi bilah
tombak di bagian tengah ada lekukan dalam,bentuknya
menyerupai pinggang yang sempit dan ramping, bagian bawah pinggang ini lebih
lebar dibandingkan bagian atas pinggang. Disisi paling bawah ada dua bagian
yang menyudut.
Tombak ini memakai ada-ada tipis
ditengah bilah mulai bawah sampai ke ujung. Separuh bilah tombak kebawah
permukaannya berbentuk ngadal meteng tetapi selebihnya datar saja.
BIRING LANANG, salah satu dapur tombak lurus seperti Biring Drajit, Sisi bilah
tombak di bagian tengah ada lekukan dalam,bentuknya menyerupai pinggang yang
sempit dan ramping, bagian bawah pinggang ini lebih lebar dibandingkan bagian
atas pinggang. Disisi paling bawah ada dua bagian yang menyudut.
Tombak ini memakai ada-ada tipis
ditengah bilah mulai bawah sampai ke ujung. Separuh bilah tombak kebawah
permukaannya berbentuk ngadal meteng tetapi selebihnya datar saja.
BLABAR, KANGJENG KYAI, nama pusaka kraton Yogyakarta
berdapur Pasopati berpamor sekar pala dengan wrangka kayu cendana, pendok
dibuat emas murni dan berbentuk blewehan. Keris ini
merupakan putran atau duplikat dari pusaka kraton Surakarta yang juga bernama Kyai Blabar.
Semula dimiliki Pangeran Hadikusumo tetapi pada pemerintahan HAMENGKU BUWONO
V ditarik kembali ke kraton.
BLARAK NGIRID, termasuk pamor miring dan rekan bentuknya mirip daun kelapa
dengan pelepahnya dan tuahnya untuk kewibawaan dan kepemimpinan, pamor ini
kadang disebut Blarak Sinered atau Blarak Ginered. Pamor ini tergolong mahal
dan susah pembuatannya.
BLANDARAN , LANDEYAN, tangkai tombak sekitar 3 atau 4 meter panjangnya, dahulu
digunakan prajurit berkuda mengejar musuh atau acara Rampogan dan Watangan
(latihan perang-perangan untuk prajurit berkuda) setelah ujungnya diganti
dengan semacam bahan lunak.
BLANDONGAN, alat untuk merendam tosan aji sebelum dicuci dan diwarangi,
terbuat dari kayu keras dengan ukuran 70 cm x 20 cm x 15 cm, tengahnya
ada lekukan dan kadang diukir. Blandongan disebut juga Kowen.
BLUMBANGAN, atau Pejetan atau Pijetan adalah bagian keris yang berupa
cekungan atau lekukan pada bagian bawah bilah keris letaknya dibelakang
bagian gandik dan didepan bagian bungkul
BANCEAN,
Wrangka kombinasi gaya Surakarta
dan Yogyakarta
disebut juga Bincihan.
BANDOTAN,
Salah satu dapur tombak luk tujuh, sepertiga panjang tombak lurus sedangkan
dua pertiga baru ada luk nya, sisi kiri/kanan bawah ada gandiknya berukir
naga kadang dihias kinatah, badan kedua naga tersebut menyatu dan menghilang
membentuk ada-ada yang besar dan menonjol mengikuti luk.
BANJURA, KI EMPU, seorang EMPU pada kerajaan Demak dan jarang tercatat dibuku,
buatannya bentuk ganjanya datar, rata dan tipis, guru melednya kecil , sirah
cicaknya panjang tetapi tidak sampai meruncing pada bagian ujung. Bilahnya
sedang dan ramping seperti buatan EMPU Majapahit tetapi besinya memberi kesan
“kering” berpori dan kurang tempaan, pamornya sederhana,
kembang kacangnya ramping tetapi lingkarannya besar, blumbangannya berukuran
dalam tapi sempit, sogokannya dangkal dan panjangnya cukup, secara
keseluruhan memberi kesan wingit.
BANYAK ANGREM, salah satu dapur tombak seperti angsa mengeram, tidak symetris,
lebar bagian bawah, permukaan datar tetapi memakai ada-ada tipis ditengah
bilah, ricikan lain tidak ada. Dapur ini banyak terdapat pada tombak lama dan
dibuat bukan untuk berperang tetapi sebagai pusaka.
BANYAK WIDE, EMPU, hidup jaman Pajajaran, ada yang menyebut namanya Ciung Wanara,
hasil karyanya ganjanya tergolong panjang (ganja wuwung), guru meled juga
panjang, sirah cecak membulat tetapi tepat bagian cocor meruncing kecil ,
besi keris hitam berkesan padat dan liat dan secara keseluruhan memberi kesan
angker, wingit.
BARU,
nama salah satu dapur tombak lurus, Bilahnya simetris. Bentuk menyerupai daun
bambu dengan sedikit lekukan landai dibagian bawah pinggangnya. Lebar bilah
bagian bawah sedikit lebih lebar daripada bagian atas pinggang. Tombak ini
memakai bungkul dibagian sor-soran, bilah diatas sor-soran berbentuk ngadal
meteng. Dapur Baru ini tergolong popular, banyak dijumpai terutama pada
tombak buatan Majapahit dan Belambangan.
BARU CEKEL, nama salah satu dapur tombak lurus, bagian tengah bilah agak
kebawah ada tekukan landai membentuk semacam pinggang yang cukup ramping,
memakai ada-ada dan bungkul kecil. Sisi bilah paling bawah bentuknya
menyudut, tetapi permukaan bilah yang menghadap kebawah bentuknya datar.
BARU GRONONG, nama salah satu dapur tombak lurus, bilahnya simetris, bentuknya
pipih, tipis, mempunyai lekukan landai dibagian tengah bilah yang menyerupai
pinggang. Lebar bilah bagian atas lebih sempit disbanding bagian bawah
pinggang. Diatas metuk ada bungkul. Tombak ini memakai kruwingan dikiri kanan
bagian bungkul tetapi permukaan bilahnya tidak memakai ada-ada.
BARU KALANTAKA, salah satu dapur tombak lurus, dibagian sisi tengah bilah ada
lekukan landai membentuk semacam pinggang yang tidak begitu ramping. Bagian
dibawah pinggang ini lebih besar daripada bagian diatasnya. Memakai ada-ada,
dibawah ada-ada ada bungkul kecil. Sisi bilah yang menghadap kearah bawah
membulat membentuk semacam separuh elips.
BARU, KANGJENG KYAI, tombak pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur baru, semula milik Ki
Sawunggaling dari Bagelen kemudian diberikan ke Pangeran Mangkubumi melawan
penjajahan Belanda.
BARU KUPING, nama salah satu dapur tombak lurus, bilahnya simetris, menyerupai
daun bambu, dengan sedikit lekukan landai pada bagian bawahnya. Hampir mirip
bentuknya dengan tombak dapur Baru. Lebar bagian bawah pinggang sedikit lebih
kecil dari atas pinggang, memakai bungkul diatas mentuk,
permukaan bilah tombak diatas bagian bungkul berbentuk ngadal meteng.
BARU PENATAS, tombak salah satu dapur lurus, simetris, pipih dan tipis.
Mempunyai lekukan seperti pinggang ditengah, lebar bagian bawah pinggang
lebih besar daripada bagian atas, diatas bagian metuk ada bungkul
besar, permukaan bilah tombak diatas bungkul berbentuk ngadal meteng.
BARU TEROPONG, salah satu dapur tombak lurus, bagian tengah ada tekukan landai
seperti pinggang tetapi tidak begitu ramping. Bilahnya agak tebal, tidak
memakai ada-ada tetapi memakai bungkul berukuran besar namun tipis dan tidak
begitu menonjol. Permukaan bilah tombak berdapur umumnya nggigir sapi.
BASSI PAMARO, sebutan bagi pamor Luwu, biasa dipakai orang Malaysia, Singapore
dan Brunei
dan menjadi bahan dagangan semenjak jaman Majapahit.
BATANG GAJAH, KANGJENG KIAI, Keris pusaka Kraton Yogyakarta berdapur Carita Luk 11, wrangkanya
kayu Trembalo, pendoknya emas blimbingan rinaja warna.
BATU LAPAK, pamor yang selalu menempati bagian sor-soran sebuah keris, badik,
pedang atau tombak. Bentuknya merupakan berkas garis yang melengkung setengah
lingkaran atau menyudut dan tergolong pamor miring serta pamor rekan , tuahnya bisa melindungi dari bahaya tak terduga.
BAWANG SEBUNGKAL, pamor dengan bentuk mirip dengan irisan bawang, menempati
sor-soran keris tergolong pamor miring dan rekan. Tuahnya memelihara
ketenangan dan ketentraman rumah tangga.
BEKEL JATI, EMPU, hidup di Tuban pada jaman Majapahit, tanda kerisnya Panjang
bilah sedang, condong kedepan sehingga berkesan menunduk, lebar bilah dan ketebalannya
cukup, bagian ganja agak sempit dibandingkan buatan Tuban lainnya dan
termasuk ganja wuwung.
BADAELA,
pamor yang dianggap kurang baik termasuk pamor tiban dan terletak di
sor-soran, karena tuahnya buruk maka sering diberikan ke museum atau dilarung.
BAKUNG,
nama dapur keris luk lima,
ukuran panjang bilahnya sedang. Cekungan pejetannya dalam, tikel alis dan
greneng, selain itu tidak ada ricikan lain.
CACAP, Suatu
kebiasaan keliru yang dilakukan pemilik keris dimasa lampau yaitu merendam
bilah kerisnya dengan bisa ular atau isi perut ketonggeng, hal ini bisa
merusak bilah .
CACING KANIL, nama salah satu dapur tombak luk 3, 5 atau 7, mirip cacing
menggeliat dan berbentuk beda dengan luk keris biasa, pada cacing kanil maka
luk mengarah kesegala arah. Tombak dengan motif cacing kanil tidak pipih
tetapi bulat atau persegi, bisa segi 3, 4 atau berbentuk belimbing.
Tombak cacing kanil sekarang berubah
fungsi bukan sebagai tombak tetapi banyak digunakan sebagai tongkat komando.
CALURING, atau Cluring merupakan dapur keris luk 11, memakai kembang kacang
dengan sogokan rangkap tanpa ricikan lain, bilah panjang dan tebal, luk nya
makin keujung makin rapat, keris ini mudah dikenali dari luk nya.
Ada juga Caluring
luk 13 dengan ricikan yang sama.
CAMPUR BAWUR, keris luk 3, ukuran bilah sedang, luk ada di atas, bawah dan
tengah keris sehingga keris cenderung lurus. sogokan
keris rangkap, memakai greneng dan pejetan.
CANCINGAN, lihat KANCINGAN.
CARANG MUSTOPO, EMPU, hidup dijaman PAKU BUWONO IV, dikenal juga sebagai EMPU Kyai
Mustopo, kerisnya dikenali sebagai berikut , ganja
model Sebit Ron Tal, gulu meled sempit, buntut cicak model buntut urang,
ukuran ganja seimbang dan serasi dengan panjang bilah. Bilah ramping dengan
posisi agak merunduk, matang tempaan dan rapih, keris yang lurus rata rata
lebih tebal dibandingkan yang luk. Pamornya sederhana berpenampilan tampan,
sopan dan rapi menyenangkan.
CARANG SOKA, Keris luk 9, memakai kembang kacang,
lambe gajah satu, sraweyan, ri pandan.
CARITA,
keris luk 13, ukuran bilah sedang memakai kembang kacang, lambe gajah satu,
sogokan rangkap dan greneng. Ada juga Carita luk 11.
CARITA
BUNTALA, keris
luk 13, bilah sedang, kembang kacang, lambe gajah satu, sraweyan, ri pandan,
kruwingan tidak melengkung landai tetapi berbentuk patah kaku. Ada juga luk
15, memakai kembang kacang, lambe gajah dua, memakai jalen, sraweyan, ri
pandan.
CARITA DALEMAN, keris luk 11, panjang bilah sedang, kembang kacang bungkem,
jenggot dan greneng serta lis-lisan dan gusen.
CARITA GANDU, keris luk 11, ukuran sedang, kembang kacang, jenggot, lambe gajah
satu, sraweyan dan ri pandan.
CARITA GENENGAN, keris luk 11, bilah sedang, luknya dalam, kembang kacang, jenggot dan
lambe gajah satu, sogokan rangkap, sraweyan dan ri pandan. Dapur ini disebut juga Carita
Gunungan.
CARITA
KANAWA, keris luk
9, panjang bilah sedang, kembang kacang, lambe gajah dua, jalen dan jalu
memet, dus sogokan normal, sraweyan, lis-lisan, gusen, kruwingan.
CARITA
KAPRABON, keris
luk 11, bilah sedang, gusen sampai keujung bilah, kembang kacang, tikel alis,
jenggot, jalen, jalu memet, lambe gajah dua, sraweyan, ri pandan, greneng
tanpa sogokan.
CARITA PRASAJA, keris luk 11, bilah sedang, kembang kacang dan lambe gajah dua.
CARUBUK, keris
luk 7, panjang bilah normal, kembang kacang, lambe gajah dua, sraweyan dan
greneng lengkap, ada yang mengatakan harus ditambahi dengan kruwingan.
CELURIT,
senjata tradisional Madura, mirip arit, sabit tetapi bagian lengkung
diujungnya lebih panjang dan runcing.
CENDANA KAYU, bahan
pembuat wrangka yang banyak disukai terutama didaerah Surakarta
sekitarnya.
Pohonnya berkayu keras dengan tinggi bisa mencapai 15 m, kayu cendana
dari Sumbawa terkenal harum baunya lebih dari cendana jawa.
Urat kayu cendana yang bagus disebut ngulit urang, doreng, makin bagus
makin
mahal harganya.
CENGKRONG,
salah satu dapur keris lurus, bilahnya sedang posisinya agak membungkuk,
bagian gandik terletak dibelakang, panjang sampai lebih dari setengah bilah,
tanpa ricikan apa apa, beberapa jenis dapur cengkrong ada yang luk 3, 5, 7,
luk terletak diujung keris, dulu banyak dimiliki oleh alim ulama.
CENDANA MINYAK, untuk meminyaki keris, karena mudah menguap dan terlalu kental
maka dicampur minyak klentik atau minyak mesin.
CEPLOK BANTENG, PELET, pelet kayu timoho yang bintik bintik besar rapat satu sama
lainnya, kadang bersinggungan dan menyebar diseluruh permukaan kayu wrangka.
Tuahnya baik untuk kewibawaan.
CEPLOK KELOR, PELET, pelet kayu timoho, bulatan bulatan sebesar daun kelor agak
lonjong, menyeluruh di wrangka, tuahnya dapat menawarkan ilmu jahat.
CINCIN KERIS, lihat Mendak,
CITRO,
salah satu dapur tombak luk 13 mempunyai semacam kembang kacang, dua lambe
gajah ditepi bilah menghadap kebawah didekat bagian mentuk, selain itu memakai
ada-ada tipis disepanjang bilah, kebanyakan buatan Mataram.
COCOR,
bagian paling depan dari ganja dan merupakan bagian
ujung dari sirah cicak. Cocor ada yang tumpul ada yang runcing, kadang
disebut cucuk.
CONDONG CAMPUR, salah satu dapur keris lurus, panjang bilah sedang dengan
kembang kacang, lambe gajah satu, sogokan hanya satu didepan dan ukuran
panjang sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada, selain itu juga
memakai gusen dan lis-lisan.
CUNDRIK,
salah satu dapur keris lurus berukuran kecil sekitar sejengkal bilahnya
umumnya agak tebal dan membungkuk, gandik terletak dibelakang berukuran
panjang dan terdapat kruwingan yang jelas dan tegas, sepintas seperti keris
Cengkrong.
CUNDUK UKEL, keris yang diberikan mertua kepada menantu nya sebagai ikatan
keluarganya, biasanya sebelum diberikan ke menantu terlebih dahulu diberikan
kepada anak perempuannya. Bila suatu saat mereka bercerai maka keris itu
dikembalikan kepada anak perempuan tersebut.
CURIGA, kata
lain dari keris yang lebih halus dan sopan.
DADUNG MUNTIR, pamor yang hampir mirip pamor Sada Saler, bedanya garis yang
menjulur sepanjamg bilah tidak berbentuk garis biasa tetapi lukisan pamor
yang mirip dengan pintalan tambang atau pintalan tali. Tuahnya menambah
kewibawaan dan keberanian serta keteguhan hati, tergolong pamor rekan dan
banyak terdapat pada keris dan tombak buatan
Madura, termasuk pamor pemilih, tidak setiap orang bisa cocok.
DAMAR MURUB, lihat URUBING DILAH.
DAN RIRIS,
lihat PANDAN IRIS.
DANUWARSA, KANGJENG KYAI, keris pusaka Kraton Yogyakarta berdapur Jalak Sangu Tumpeng,
warangkanya dari kayu trembalo, pendoknya dari suasa, merupakan putran dari KKA
KOPEK, buatan Empu Supo dibuat jaman HAMENGKU BUWONO V.
DAPUR,
adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang
terdapat pada keris itu dan jumlah luk nya. Penamaan dapur keris ada
patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan dan pembakuan
ini biasanya disebut pakem dapur keris.
DARADASIH,
nama salah satu dapur tombak luk 5, ditengah bilahnya memakai ada-ada yang
ukurannya besar dan tebal sehingga terlihat jelas, bilahnya tebal dan
ditepinya ada gusen serta lis-lisan, sisi bilah bagian bawah tombak ini
berbentuk menyudut. Ricikan lainnya tidak ada.
DARADASIH MENGGAH, salah satu dapur tombak luk 5, pada luk pertama terdapat pudak
sategal, serta kruwingan dibagian sor-soran, permukaan bilah pada separuh
bagian atas cenderung datar tetapi bagian bawah berbentuk ngadal meteng. Sisi
bilah yang menghadap terdapat semacam kembang kacang dan dua lambe gajah yang
kecil kecil ukurannya.
DEDER,
bagian hulu keris terbuat dari kayu untuk pegangan keris itu, bentuk deder
itu ada ratusan, tiap daerah punya ciri sendiri, di Yogyakarta dan surakarta disebut juga
ukiran. Kayunya biasanya dipilih yang gampang diukir tetapi harus keras dan
punya urat yang indah, kayu yang dianggap baik di Jawa adalah kayu Tayuman
sedang di Malaysia, Riau, Brunei
adalah kayu kemuning.
DELING, PAMOR, nama lain dari Akhodiat di Madura, kalau menyebar dibilah keris
disebut Delung Settong, kalau mengumpul diujung bilah disebut Deling
Pucuk dan kalau dibagian pesi disebut Deling Paksi.
DEWADARU, PELET, nama gambar pada warangka yang berupa garis garis tipis dan tebal
berwarna hitam atau coklat tua berjajar dari atas kebawah atau miring,
tuahnya bisa mendapat keberuntungan, karena indahnya maka timoho pelet
dewadaru banyak dicari orang.
DORA MENGGALA, salah satu dapur tombak luk 5, memakai pudak sategal dan kruwingan , bilah bagian bwah sor-soran agal tebal, tetapi
mulai tengah bilah sampai ujung tipis dan datar. Pada sisi bilah uang
menghadap kebawah terdapat bentuk yang menyerupai kembang kacang dan satu
lambe gajah berukuran kecil.
DORENG PELET, gamvaran warangka kayu timoho berupa jurai jurai berwarna hitam
atau coklat pada permukaan kayu, sepintas mirip kulit harimau, gambaran ini
selain di kayu timoho juga ada pada kayu cendana dan kayu yang lain.
DRAJIT,
nama keris luk 21, tergolong kalawija, ukuran kerisnya sedikit lebih panjang
daripada keris bukan kalawija. Mempunyai kembang kacang, lambe gajah dua dan
sraweyan. Tergolong keris langka dan buatan lama.
DUNGKUL,
lihat WUNGKUL.
DUWUNG,
padanan kata keris, dianggap lebih halus dan biasa digunakan oleh priyayi
Jawa.
DWISULA, tombak
bercabang dua, ada yang lurus dan ada yang ber luk 3, 5 atau lebih, tidak
terlalu populer dibandingkan tombak Trisula, kegunaannya lebih sebagai tombak
pusaka yang tidak dipakai secara langsung dalam pertempuran, biasanya dibuat
indah bahkan ada yang diberi kinatah.
EKSOTERI KERIS, ilmu mengenai keris yang tampak dari luar
dan merupakan lawan dari esoteri keris.
ENDAS BAJA, pamor yang menurut banyak orang bertuah buruk, katanya pemiliknya
akan sering mendapat musibah karena ulahnya sendiri. Apa yang dilakukan serba
salah, sebaiknya dibuang atau dilarung , pamornya
selalu terdapat pada bagian sor-soran.
ENTO-ENTO, atau ngento-ento merupakan nama
desa di Sleman yang pada masa silam merupakan tempat Empu Supo Winangun.
Menurunkan Empu Jeno Harumbrojo dan Empu Genyo.
ENTO
WAYANG, Empu yang
hidup zaman Kartasura, anak Empu Supanjang dan leluhur Empu Jeno. Tanda tanda
kerisnya tidak tercatat hanya selalu membuat keris gaya Mataraman.
EPEK, semacam ikat pinggang tradisional
dan merupakan kelengkapan pakaian Jawa, terbuat dari bludru dan kadang dihiah
benang emas atau manik manik, lebar sekitar 6 cm dan panjang sekitar 95 cm
sampai 140 cm.
Sebuah
epek baru dapat dikenakan bila dilengkapi timang, semacam
kepala ikat pinggang, pada umumnya berwarna dasar hitam, kadang ada yang
berwarna dasar merah, biru atau hijau. Disesuaikan dengan baju yang
dipakai.
ERI
CANGKRING, bagian
yang menonjol pada sisi atas ditepi sebuah warangka gaya Surakarta,
Yogyakarta, Madura atau Bali, berbentuk menyudut tajam menonjol sekitar 0.5
cm dan tempatnya sejajar dengan tengah lobang searah dengan garis pesi keris.
ERI WADER, pamor yang menyerupai tulang ikan, sepintas seperti pamor Ron
Genduru, bedanya lebih kurus dan tergolong pamor miring. Pembuatannya
tergolong sukar dan karena dapat dirancang maka termasuk pamor rekan. Pamor
ini tergolong pemilih dan dipercaya dapat menambah wibawa pemiliknya.
ESOTERI KERIS, ilmu yang memusatkan pada apa yang tidak tampak dari luar,
membicarakan mengenai tuah, tanjeg, tayuh, khasiat, daya magis, manfaat,
pengaruh, penunggu dan semacamnya. Terlepas dari benar atau tidaknya maka
esoteri ini merupakan salah satu budaya per-kerisan dan dibicarakan juga
dinegara lain dan kadang sering dibicarakan dari
sudut agama.
GABILAHAN,
sebutan orang Madura untuk warangka model Gayaman, khususnya bergaya
Madura.
GADA
TAPAN, KANGKENG KYAI, tombak pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Gada. Kini KK Gada
Tapan dan KK Gada Wahana menjadi dua tombak pendamping pusaka KK
Ageng Pleret.
GADA
WAHANA, KANGJENG KYAI, puasa Kraton Jogya, berdapur Gada dengan hiasan sinarasah emas,
berasal dari pemberian pendeta dari Pratiwagung pada Sri Sultan HAMENGKU
BUWONO III.
GADING, bahan baku untuk warangka yang
banyak jumlahnya, gading gajah afrika umumnya panjangnya mencapai 2 m
dengan berat rata-rata 21 kg sedang gajah asia beratnya sekitar 19 kg dengan
panjang rata-rata 160 cm saja. Gajah Sumatra gadingnya termasuk paling mahal
dengan warna lebih putih dan keretakan tidak banyak, gajah Thailand agak
kekuningan warna gadingnya dan keretakan agak banyak, sedang gajah Afrika
banyak retak gadingnya. Sebagian pecinta keris menolak menggunakan warangka
gading ini karena kekerasannya dapat membuat aus bilah keris dan merusak
pamor, itulah sebabnya keris pusaka tidak ada yang diberi warangka gading.
GAJAH
MANGLAR, KANGJENG KYAI, keris pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Gajah Manglar, warangka dari
kayu Timoho, pendoknya dari emas bertahtakan intan berlian. Semula
milik Sri Sultan HAMENGKU BUWONO I, diserahkan kepada putranya Pangeran
Demang dan pada zaman Sultan HAMENGKU BUWONO V kembali ke Kraton.
GAJAH SINGA, nama salah satu jenis hiasan kinatah yang ditempatkan bagian
bawah ganja. Permukaan yang tidak tertutup hiasan gajah singa dihiasi ornamen
hiasan lain. Kinatah gajah singa diberikan karena keris tersebut telah
berjasa membantu pemiliknya, terjadi pada pemerintahan Sultan Agung
Anyokrokusumo. waktu itu didaerah Pati, Jawa Tengah bagian utara, terjadi
pemberontakan yang dipimpin Adipati Pragola, sesudah pemberontakan berhasil dipadamkan
maka Raja Mataram memberikan tanda kehormatan Kinatah Gajah Singa pada
prajuritnya.
Semua keris para prajurit sampai perwira
dikumpulkan dan diberi hiasan kinatah Gajah Singa kemudian dikembalikan lagi
kepada yang punya, ini untuk peringatan Mataram memadamkan pemberontakan Pati
karena Gajah Singa artinya perlambang angka tahun sesuai dengan candra
sengkala, Gajah melambangkan angka 8 sedangkan Singa angka 5, curiga (keris)
angka 5 dan tunggal melambangkan angka 1 dan karena candra sengkala (lambang
angka tahun) selalu dibaca dari belakang maka yang dimaksud adalah 1558
kalender Jawa. Walau penghargaan kinatah Gajah Singa diberikan pada zaman
Mataram tetapi ada juga keris buatan Majapahit, Tuban, Jenggala dan Singasari
menggunakan hiasan itu.
GANA KIKIK, salah satu dapur keris lurus yang panjang bilahnya berukuran
sedang, keris ini memakai gusen, ada-adanya tebal dan nyata, gandik keris ini
diukir dengan bentuk srigala sedang melolong, kaki depan tegak sedang kaki
belakang ditekuk. Ada
yang menyebutnya dapur Kikik saja atau Naga Kikik, dapur ini tergolong
populer dan banyak penggemarnya karena indah bentuknya dan tinggi mutunya.
GANDAR,
adalah salah satu bagian dari warangka keris, dibuat dari kayu yang tidak
terlalu kerasbentuknya bulat panjang dan pipih, kegunaannya untuk melindungi
bilah keris, banyak gandar dilapisi selongsong logam berukir indah dan
disebut pendok.
GANDAR IRAS, warangka yang menyatu dengan gandar ,
jadi seluruhnya dibuat dari satu bongkah kayu tanpa sambungan apapun.
Warangka Gandar Iras selalu lebih mahal dari
warangka biasa karena bahan kayu yang utuh dan cukup untuk membuat warangka
ini sulit dicari dan banyak bahan terbuang dalam proses pembuatannya.
GANDAWISESA, KANGJENG KYAI, keris pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Naga Siluman, warangka
dari kayu Trembalo dan pendok bertahta rajawarna. Keris
ini buatan Penembahan Mangkurat dizaman pemerintahan Sri Sultan HAMENGKU
BUWONO V.
GANDIK, adalah bagian “raut muka”
dari sebilah keris. Ada
gandik polos, ada yang dilengkapi racikan lain. Letaknya tepat diatas sirah
cecak. Bagian gandik ini hampir selalu berada dibagian depan keris, hanya
pada beberapa dapur keris antara lain dapur “cengkrong” yang
letaknya dibelakang dari bilah keris. Kata “gandik” dalam bahasa Jawa
berarti batu penggilas yang bentuknya bulat panjang. Ukuran
dan ketebalannya bermacam-macam.
GANJA,
bagian bawah dari sebilah keris, seolah-olah merupakan alas atau dasar keris
tersebut, pada bagian tengahnya ada lobang untuk memasukan bagian pesi.
Bagian bilah dan bagian ganja dari sebilah keris merupakan kesatuan yang tak
terpisahkan melambangkan kesatuan lingga
dan yoni, ganja mewakili lambang yoni sedang bilahnya melambangkan
lingga. Bentuknya sepintas mirip buntut cecak tanpa kaki, bagian depanya
mirip kepala cecak disebut sirah cecak, begitu pula bagian perut dan ekornya
, bagian “perut” ganja disebut Wetengan atau Gendok, sedang
bagian “ekor” disebut buntut cecak. Ragam bentuk ganja ada beberapa macam, ganja Sebit Ron Tal, Wulung,
Wilut, Dungkul, Kelap Lintah. Disemenanjung Melayu, Brunei, Serawak
dan Sabah serta Riau disebut juga Aring, namun sering disebut ganja saja.
GANJA
WULUNG,
Ganja yang tidak berpamor, banyak pendapat emngapa kerisnya berpamor bagus
sedangkan ganjanya tidak berpamor. Pertama, keris itu adalah keris yang bagus
kemudian dibuatkan putran-nya (duplikat), bagian ganja keris yang bagus itu
dilepas lalu dijadikan campuran bahan baku pembuatan keris duplikat,
sedangkan keris aslinya dibuatkan ganja wulung. Kedua, pada jaman dulu banyak
orang yang memahami ilmu keris terutama isoterinya, dengan hanya melihat
bagian ganjanya yang tampak orang akan menduga keris itu berdapur apa,
pamornya apa, dan apa tuahnya dengan demikian apabila orang tersebut telah
tertebak apa tuah kerisnya dia merasa seperti “ditelanjangi” sehingga untuk
menutupinya dia memesan ganja wulung. Ketiga karena ganjanya rusak dan
diganti.
GANDRUNG,
PELET, gambaran
pada warangka kayu Timoho berupa bulatan besar tidak teratur
dipermukaan, selain indah bertuah baik dan disenangi orang sekeliling, banyak
dicari oleh Dalang.
GAYAMAN, nama salah satu bentuk warangka
didaerah Surakarta dan Yogyakarta, mirip bentuk buah gayam, makanya
disebut gayaman. Bentuk gayaman Yogyakarta agak beda dengan gayaman
Surakarta, begitu pula gayaman Madura (gabilahan), warangka ini paling
banyak dipakai orang karena lebih sederhana , ringkas ukurannya dan tidak
mudah patah dan umum digunakan sehari-hari sebagai kelengkapan pakaian
daerah.
GEDONG
PUSAKA, bangunan
khusus di keratom tempat penyimpan pusaka, hanya petugas khusus dan kerabat
raja tertentu yang boleh masuk.
GENDOK, atau wetengan atau waduk adalah
nama bagian tengah ganja, bentuknya menggembung bagaikan perut kenyang. Ditengah bagian gendok terdapat lubang untuk memasukan pesi.
Sebagian orang menyebutnya wadukan.
GENYODIHARDJO, pandai keris dari Yogyakarta,
kakak empu Jeno walau garapannya masih kalah dari empu Genyo.
GIRIREJO, KANGJENG KYAI, keris pusaka Kraton Yogyakarta, berdapur Carita luk 11, warangka
dari kayu Timoho, pendok dari pendok slorok terbuat dari suasa, sedang
seloroknya dari emas murni. Keris ini dibeli Sri Sultan HAMENGKU BUWONO V dari abdi dalem bernama Bekel
Wasadikara.
GRENENG, salah satu bagian keris yang
merupakan bagian tepi dari punggung keris sebelah pangkal, bagian tepi bilah
ini bentuknya menyerupai gerigi dengan ujung-ujung runcing. Bentuk variasi
dari gerigi ini berbeda dari daerah satu ke yang lain tetapi bentuk dasarnya
sama. Ada yang mengatakan bahwa bentuk greneng merupakan tandatangan sang
empu karena setiap empu terutama bagian Ron Da selalu berbeda satu dengan
lainnya.
GODONG
ANDONG, salah
satu dapur tombak bilah lurus dan bilahnya simetris, bentuknya mirip gadong
andong, ditengah memakai ada-ada dari pangkal hingga ujung bilah, ricikan lain
tidak ada , dapur ini banyak terdapat pada tombak kuno terutama buatan zaman
Pajajaran dan Segaluh.
GODONG
DADAP, salah satu
dapur tombak lurus seperti daun dadap, lebar, simetris dan tipis. Ditengah
bilah dari bawah sampai atas memakai ada-ada tipis, ricikannya yang lain
tidak ada. Biasanya tombak ini berukuran kecil kadang
disebut dapur Ron Dadap.
GODONG SEDAH, salah satu dapur tombak lurus berukuran kecil, menyerupai daun
sirih, lebar ditengah pipih, simetris dan tipis, bagian tengah dari bawah ke ujung
terdapat ada-ada, biasa disebut Ron Sedah.
GODONG PRING, salah satu dapur tombak lurus seperti daun bamby, simetris kiri
dan kanan, bilahnya tipis, hampir tak ada ada-ada, pada bagian bawah ada
lekukan landai yang berbentuk semacam pinggang, pamor ini tergolong populer
dan banyak dijumpai.
GOLOK,
salah satu jenis pedang sabet dan berat bobotnya, bentuknya agak beragam
umumnya berbentuk lameng pendek bagian punggungnya cembung pada ujungnya, sedang bagian depannya lurus. Yang
tajam hanya sisi depannya.
GOTHITE,
mineral besi terdiri dari trioksida besi yang terikat air berwarna
kekuningan, merah dan kecoklatan, rumus kimianya Fe2O3.H2O. besi ini kurang baik untuk bahan keris karena mudah
keropos dan berpori.
GUMBOLO GENI, pamor yang menyerupai binatang kala atau ketonggeng
dengan ekor mencuat keatas, pamor ini tergolong baik untuk menolak
sesuatu yang tidak dikehendaki dan tergolong pemilih. Pamor ini selalu terletak di
sor-soran.
GULING, EMPU, empu terkenal di zaman Mataram. Karya karyanya demikian indah.
Tanda tandanya adalah, ukuran bilah lebih besar dari rata rata buatan
Majapahit tapi lebih ramping, ganjanya melengkung, gulu melednya sempit sirah
cecak berbentuk lonjong dan meruncing pada ujungnya, buntut urangnya
berbentuk nguceng mati dan tidak pakai tunggakan, banyak keris karya Ki Empu
Guling memakai Ganja Wulung.
Besi yang dipakai 2 rupa, yaitu hitam
keabu-abuan dibagian tengah dan hitam legam dibagian pinggir bilah. Pamornya
rumit dan halus, lembut dan padat. Penampilan keris secara keseluruhan
memberi kesan gagah, berwibawa dan anggun. Kalau membuat kembang kacang
bentuknya melingkar sekali, jalennya pendek tapi lambe gajahnya menonjol
panjang. Sogokannya dangkal tapi panjang, janurnya berbentuk mirip lidi,
terus tetap kecil sampai kebawah. Kalau membuat bagian Dha pada Ron Dha,
lekukannya tergolong dangkal . jika
tidak memakai kembang kacang maka gandiknya agak panjang dan tidak begitu
miring.
GULU MELED, salah satu bagian dari ganja yang letaknya dibelakang sirah
cecak, dibagian gulu meled ini, ukuran ganjanya menyempit dibandingkan dengan
bagian depannya. Jadi mirip bagian leher seekor cicak.
GUNAWISESA, KANGJENG KYAI, pusaka Keraton Yogyakarta, berdapur Carita dengan bagian ganja
bertahtakan intan. Warangkanya dari kayu Timoho dengan pendok emas rajawarna.
Keris ini buatan empu keraton pada jaman
pemerintahan Sri Sultan HAMENGKU BUWONO V.
GUNUNGAN,
nama salah satu dapur tombak yang bentuknya menyerupai gunungan wayang kulit.
Tombak ini umumnya menyerupai gunungan wayang kulit, berbilah tipis dan
lebar, selain ada-ada pada bagian sor-soran tombak ini tidak punya ricikan
apapun.
GUTUK API, KANGJENG KYAI, keris pusaka keraton Yogyakarta, berdapur Jalak, warangkanya dari
kayu Timaha, pendoknya jenis blewahan terbuat dari emas bertahtakan intan
permata raja warna. semula milik Sri Sultan HAMENGKU
BUWONO I diberikan ke Pangeran Adinegara, putranya, selanjutnya jatuh
ketangan Temenggung Mertadiningrat dan dikembalikan ke keraton pada mas Sri
Sultan HAMENGKU BUWONO V.
GUSEN,
adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah keris atau tombak, daerah sempit
itu yang dibatasi oleh tepi bilah yang tajam dengan garis lis-lisan.
GUNA, KYAI, empu terkenal yang hidup dijaman penjajahan Belanda, tinggal di
Magetan, Madiun. Kerisnya berukuran panjang dan besar dan pada umumnya
berdapur lurus. Karena dari bahan baja maka keris Kyai Guna terkenal amat
kuat dan dapat melubangi kepingan logam, sampai saat ini keris buatan Kyai
Guna masih populer didaerah Madiun dan Ponorogo dan sekitarnya. Banyak
diantaranya tidak memakai bahan pamor, orang Madiun dan Jawa Timur
menyebutnya keris pamor waja.
HARJAMULYA, KANGJENG KYAI, salah satu keris pusaka Kraton Yogyakarta
berdapur Cengkrong, warangka dari kayu Timoho, pendok blewahan terbuat dari
emas, dengan ukiran bahan gading. Keris ini didapat
Sri Sultan Hamengku Buwono II dari “Kangjeng Gubermen” sewaktu Sultan ditawan
di Penang.
HULU PEKAKAK, nama hulu keris terkenal disemenanjung Malaka, Riau, Jambi,
Serawak, Brunei dan Sabah, terbuat dari kayu keras, gading atau perak.
Bentuknya menyerupai kepala raksasa dengan mata besar dan hidung panjang yang
distilir. Dipulau Jawa bentuk ini dijumpai juga didaerah Surakarta dan disebut Rajamala.
HULU BURUNG, nama salah satu jenis hulu keris berbentuk burung, bentuk ini
sudah jarang dipakai namun dulu banyak dibuat orang di Jambi, Bangkinang,
Riau dan Semenanjung Melayu serta Pathani (Thailand Selatan), terbuat dari
bahan kayu yang keras, gading atau gigi ikan duyung, bahkan ada pula yang
dari perak.
YASADIPURA
II, pujangga
terkenal Kraton Solo. Tahun 1814 beliau menulis Serat Centini bersama RM
Ranggasutrasna dan RM Sastrodipura, membahas mengenai
Pakem Keris dan Tombak Jawa dibawah koordinasi Paku Buwono V, pekerjaan ini
selesai tahun 1823.
YOGAPATI, pamor yang oleh banyak penggemar
keris dianggap buruk, pemiliknya akan sering dirundung malang, sehingga
sebaiknya dilarung atau diserahkan ke Museum saja, pamor ini terletak di
sor-soran dan tergolong pamor Tiban.
YONI,
semacam daya atau kekuatan gaib yang menurut ahli esoteri
dianggap sebagai kekuatan yang ada pada tuah keris. Ini menunjukan
ketinggian ilmu empu yang membuat.
YUYU RUMPUNG, salah satu dapur keris lurus, ada 2 versi mengenai keris berdapur
ini, yang pertama, bilahnya berukuran sedang, gandiknya panjang dan diatas gandik
ada kembang kacangnya berukuran kecil. Yang kedua gandiknya berada
dibelakang, panjang, bilahnya agak membungkuk, ganjanya kelap lintah.
Biasanya dimiliki petani dan mempunyai tuah membantu menangkal serangan hama dan menyuburkan
tanaman.
YASADIPURA II, pujangga terkenal Kraton Solo. Tahun 1814 beliau menulis Serat
Centini bersama RM Ranggasutrasna dan RM Sastrodipura,
membahas mengenai Pakem Keris dan Tombak Jawa dibawah koordinasi Paku Buwono
V, pekerjaan ini selesai tahun 1823.
YOGAPATI,
pamor yang oleh banyak penggemar keris dianggap buruk, pemiliknya akan sering
dirundung malang,
sehingga sebaiknya dilarung atau diserahkan ke Museum saja, pamor ini
terletak di sor-soran dan tergolong pamor Tiban.
YONI,
semacam daya atau kekuatan gaib yang menurut ahli esoteri
dianggap sebagai kekuatan yang ada pada tuah keris. Ini menunjukan
ketinggian ilmu empu yang membuat.
YUYU RUMPUNG, salah satu dapur keris lurus, ada 2 versi mengenai keris berdapur
ini, yang pertama, bilahnya berukuran sedang, gandiknya panjang dan diatas
gandik ada kembang kacangnya berukuran kecil. Yang kedua gandiknya berada
dibelakang, panjang, bilahnya agak membungkuk, ganjanya kelap lintah.
Biasanya dimiliki petani dan mempunyai tuah membantu menangkal serangan hama dan menyuburkan
tanaman.
NABI SULAIMAN, nama pamor yang letaknya didaerah sor-soran, merupakan pamor
titipan, pamor yang dibentuk kemudian setelah bilah keris selesai dikerjakan.
Bentuk pamor menyerupai bintang segi enam, tuahnya baik terutama dalam
keadaan darurat tetapi pamor ini pemilih dan katanya hanya raja atau
keturunannya yang bisa memilikinya.
NAGA GAJAH, keris luk 7, gandik keris diukir kepala gajah lengkap dengan
telinga dan belalai tetapi tanpa badan. Ricikan lain adalah sraweyan, ri
pandan dan greneng. Kadang memakai gusen,
selain itu tak ada ricikan lain. Keris ini tergolong langka, seandainya ada
kemungkinan bikinan baru atau tangguh muda, adapun pecinta keris menyebutnya
Naga Liman.