(KERIS JOWO)
Ada pepatah yang menyatakan : "Penghargaan
pada seseorang tergantung karena busananya." Mungkin pepatah
itu lahir dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian,
kebersihan busana yang dipakai seseorang itu menunjukkan watak
atau karakter yang ada dalam diri orang itu.
Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya
untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara
perkawinan, para kaum prianya harus mengenakan busana Jawi
jangkep (busana Jawa lengkap). Dan kewajiban itu harus
ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu harus
menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa yaitu berkain
batik, baju pengantin, tutup kepala (kuluk) dan juga
sebilah keris diselipkan di pinggang. Mengapa harus keris? Karena
keris itu oleh kalangan masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai
simbol "kejantanan." Dan terkadang apabila karena suatu
sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu
pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan
lambang pusaka.
Pandangan ini sebenarnya berawal dari
kepercayaan masyarakat Jawa dulu, bahwa awal mula eksistensi
mahkluk di bumi atau di dunia bersumber dari filsafat agraris,
yaitu dari menyatunya unsur lelaki dengan unsur perempuan. Di
dunia ini Allah Swt, menciptakan makhluk dalam dua jenis seks
yaitu lelaki dan perempuan, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Kepercayaan pada filsafat agraris ini sangat
mendasar di lingkungan keluarga besar Karaton di Jawa, seperti
Karaton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan
lain-lain. Kepercayaan itu mulanya dari Hinduisme yang pernah
dianut oleh masyarakat di Jawa. Lalu muncul pula kepercayaan
tentang bapa angkasa dan ibu bumi/pertiwi. Yang
juga dekat dengan kepercayaan filsafat agraris di masyarakat Jawa
terwujud dalam bentuk upacara kirab pusaka pada menjelang
satu Sura dalam kalender Jawa dengan mengkirabkan pusaka unggulan
Karaton yang terdiri dari senjata tajam: tombak pusaka, pisau
besar (bendho). Arak-arakan pengirab senjata pusaka
unggulan Karaton berjalan mengelilingi komplek Karaton sambil
memusatkan pikiran, perasaan, memuji dan memohon kepada Sang Maha
Pencipta alam semesta, untuk beroleh perlindungan, kebahagiaan,
kesejahteraan lahir dan batin.
Fungsi utama dari senjata
tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela diri dari
serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh.
Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris
pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai,
kadang orang menggunakan keris hanya sebagai kelengkapan
busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka
keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal
hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam
diukir sedemikian indah, berlapis emas berkilauan sebagai
|
kebanggaan pemakainya. Lalu, tak urung keris
itu menjadi komoditi bisnis yang tinggi nilainya.
Tosan Aji atau senjata pusaka itu bukan
hanya keris dan tombak khas Jawa saja, melainkan hampir seluruh
daerah di Indonesia memiliki senjata tajam pusaka andalan,
seperti rencong di Aceh, badik di Makasar, pedang,
tombak berujung tig (trisula), keris bali, dan lain-lain.
Ketika Sultan Agung menyerang Kadipaten Pati
dengan gelar perang Garudha Nglayang, Supit Urang, Wukir
Jaladri, atau gelar Dirada Meta, prajurit yang
mendampingi menggunakan senjata tombak yang wajahnya diukir
gambar kalacakra.
Keris pusaka atau tombak pusaka yang merupakan
pusaka unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari
unsur besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsur batu
meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara
pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada Sang Maha
Pencipta Alam (Allah SWT) dengan suatu upaya spiritual oleh Sang
Empu. Sehingga kekuatan spiritual Sang Maha Pencipta Alam itu pun
dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah
sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada
pemakai senjata pusaka itu. Pernah ada suatu pendapat yang
berdasarkan pada tes ilmiah terhadap keris pusaka dan dinyatakan
bahwa keris pusaka itu mengeluarkan energi/kekuatan yang tidak
kasat mata (tak tampak dengan mata biasa).
Yang menarik hati adalah keris yang dipakai
untuk kelengkapan busana pengantin pria khas Jawa. Keris itu
dihiasi dengan untaian bunga mawar melati yang dikalungkan pada
hulu batang keris. Ternyata itu bukan hanya sekedar hiasan,
melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan
memiliki watak beringas, emosional, pemarah, adigang-adigung-adiguna,
sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri seperti watak Harya
Penangsang.
Kaitannya dengan Harya Penangsang ialah saat
Harya Penangsang berperang melawan Sutawijaya, karena Penangsang
pemarah, emosional, tidak bisa menahan diri, perutnya tertusuk
tombak Kyai Plered yang dihujamkan oleh Sutawijaya. Usus keluar
dari perutnya yang robek. Dalam keadaan ingin balas dendam dengan
penuh kemarahan Penangsang yang sudah kesakitan itu mengalungkan
ususnya ke hulu keris di pinggangnya. Ia terus menyerang
musuhnya. Pada suatu saat Penangsang akan menusuk lawannya dengan
keris Kyai Setan Kober di bagian pinggang, begitu keris dihunus,
ususnya terputus oleh mata keris pusakanya. Penangsang mati dalam
perang dahsyat yang menelan banyak korban. Dari peristiwa itulah
muncul ide keris pengantin dengan hiasan untaian bunga mawar dan
melati.
Tosan aji atau senjata pusaka seperti
tombak, keris dan lain-lain itu bisa menimbulkan rasa keberanian
yang luar biasa kepada pemilik atau pembawanya. Orang menyebut
itu sebagai piyandel, penambah kepercayaan diri, bahkan
keris pusaka atau tombak pusaka yang diberikan oleh Sang Raja
terhadap bangsawan Karaton itu mengandung kepercayaan Sang Raja
terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan sang
raja itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi
keris tersebut, maka keris pusaka pemberian itu akan
ditarik/diminta kembali oleh sang raja.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus
oleh masyarakat Jawa diartikan secara ilosoi sebagai hubungan
akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka
lahirlah filosofi "manunggaling kawula –
Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan
kamil dengan penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya,
sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat
sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain
masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan
porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Demikianlah makna
yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya
nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan
masyarakat Jawa pada umumnya.
RICIKAN ATAU ANATOMI KERIS
Anatorni keris dikenal juga dengan istilah ricikan
keris. Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu
persatu :
-
Pesi, yaitu tangkai keris yang
masuk ke dalam pegangan atau ukir.
-
Ganja, yaitu dasar bilah keris yang
tebal. Ganya dapat menyatu atau terpisah dengan
bilah.
-
Buntut Mimi, merupakan bentuk
meruncing pada ujung ganja.
-
Gunungan, yaitu bentuk menonjol
atau membukit sebelum buntut.
-
Greneng, yaitu ornamen berbentuk
huruf Jawa Dha ( ) yang berderet.
-
Thingil, yaitu tonjolan kecil pada
grenelig atau pada dasar huruf Jawa Dha.
-
Ri pandhan, yaitu bentuk ujung yang
meruncing menyerupai duri pada huruf Jawa Dha.
-
Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf
Jawa Dha.
-
Sraweyan, yaitu dataran yang
merendah di belakang sogogwi, di atas ganja.
-
Bungkul, bentuknya seperti bawang,
terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa.
-
Pejetan, bentuknya seperti bekas
pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik.
-
Lambe Gajah, bentuknya menyerupai
bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik.
-
Gandik, berbentuk penebalan agak
bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau
ujung ganja.
-
Kembang Kacang, menyerupai belalai
gajah dan terletak di gandik bagian atas.
-
Jalen, menyerupai taji ayam jago
yang menempel di gandik.
-
Greneng, yaitu ornamen berbentuk
huruf Jawa Dha ( ) yang berderet.
-
Tikel Alis, terietak di atas pejetan
dan bentuknya rnirip alis mata.
-
Janur, bentuk lingir di
antara dua sogokan.
-
Sogokan depan, bentuk alur dan
merupakan kepanjangan dari pejetan.
-
Sogokan belakang, bentuk alur yang
terletak pada bagian belakang.
-
Pudhak sategal, yaitu sepasang
bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan
kanan.
-
Juga Pudhak Sategal.
-
Poyuhan, bentuk yang menebal di
ujung sogokan.
-
Landep, yaitu bagian yang tajam
pada bilah keris.
-
Gusen, terletak di be!akang landep,
bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk.
-
Gula Milir, bentuk yang meninggi di
antara gusen dan kruwingan.
-
Kruwingan, dataran yang terietak di
kiri dan kanan adha-adha.
-
Adha-adha, penebalan pada
pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis lurus)
1. BETHOK
2. BROJOL
3. JAKA LOLA
4. KEBO LAJER
5.
TILAM UPIH
6. PULANGGENI ( A )
7. SEPANG
8.YUYU
RUMPUNG
9.KELAP
LINTAH
10.
REGOL
11. TILAM SARI
12.
KALA MUNYENG
13.
MARAK
14.
JAKA TUWA
15.
PINARAK
16.
PANJI NOM
17.
JALAK NGUWUNG
18.
JALAK TILAM SARI
19.
JALAK DINDING
20.
JALAK NGORE
21.
JALAK SUMELANG GANDRING
22.
JALAK SANGU TUMPENG
23.
KEBO DHUNGKUL
|
KERIS JOWO: TILAM SARI
24.
LAR NGATAP
25.
LALER MENGENG
26.
SINEBA
27.
CENGKRONG
28.
CUNDRIK
29.
KEBO DHENDHENG
30.
DHUWUNG
31.
MUNDHARANG
32.
RONING TEKI
33.
PASUPATI
34.
MENGKURAT
35.
JAMANG MURUB
|
36.
SARDULA MANGSAH
37.
SUJEN AMPEL
38.
KEBO TEKI
39.
MESEM
40.
TUMENGGUNG
41.
SEPANER
42.
KALA MISANI
43.
SINOM
44.
SINOM WORA-WARI
45.
CAMPUR
46.
CADHONG
47.
TEBU SAUYUN
48.
CONDHONG CAMPUR ( A )
49.
SEMAR TINANDHU
50.
PANJI PENGANTHEN
51.
KARNA TANDING
52.
SEMAR PETHAK
53.
RASEKSA
54.
PUTHUT
55.
GAJAH SINGA
56.
SINGA
57.
SINGA SANGU TUMPENG
58.
SONA
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 3)
59.
JANGKUNG
60.
JANGKUNG MAYANG
61.
JANGKUNG PACAR
62.
JANGKUNG SAGARA WINOTAN
63.
PUDHAK JANGKUNG
64.
SAGARA WINOTAN
|
65.
TEBU SAOYOTAN
66.
SAMBADA
67.
LARA SIDUWA
68.
MAHESA NEMPUH
69.
URUBING DILAH
70.
PANJI CALURING
|
71.
CAMPUR BAWUR ( A )
72.
CAMPUR BAWUR ( B )
73.
BANGO DHOLOK
74.
MAYAT
75.
LAR MONGA
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 5)
76. PULANG GENI ( B )
77. KAL NADHAH
78. KEBO TEDHAN
79. DHOLOG
80.
PANDAWA LARE
81.
PANDAWA SINGA
82.
PANDAWA
|
83.
PANDAWA CINARIT0
84.
PANDAWA KARNA TANDHING
85. CUNDRIK PANDAWA
86. KEBO DHENGEN
87. NAGA
SARI
88.
PUNDHAK SATEGAL
|
89. MANGKURAT MANGKU NEGRA
90. HANOMAN
91. URAP-URAP
92. SINGA SINEBANING DILAH
93. PANJI KUDA
94. SINERASAH
|
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK 7)
95. SEMPANA BUNGKEM
96. SEPOKAL ( A )
97. JARAN GUYANG
98. PANJI SEMEDI
|
99. SEMPANA PANJUL
100. CARUBUK
101. MURDA MALELA
|
102. .KIDANG SOKA
103. BELEBANG ( A )
104. CONDHONG CAMPUR ( B )
105. NAGA KERAS
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 9)
106. KIDANG MAS
107. BUTA IJO
108. JARUMAN
109. CARANG SOKA
110. SEMPANA
111. SABUK TAMPAR
112. PANIWEN
|
|
113. PANIMBUL
114. JARADEH
115. BALEBANG ( B )
116. PUDHAK PANIMBAL
117. BALE KENCANA
118. SAGARA MUNCAR
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 11)
119. JAKA WARU
120. SEPOKAL ( B )
121. BANDHOTAN
122. SABUK INTEN
|
123. CARITA GENENGAN
124. CARAITA BUNGKEM
125. CARITA GANDHU
126. CARITA PRASAJA
127. CARITA KAPRABON
|
128. CARITA GULA MILIR
129. CARITA DALEMAN
130. SANTAN
131. WALURING
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 13)
132. JOHAN MANGAN KALAK
133. KARA WELANG
134. LUNG GANDHU
135. KANTAR ( A )
|
136. KANTAR ( B )
137. SANGKELAT
138. PARUNG SARI ( A )
139. PARUNG SARI ( B )
140. PARUNG SARI ( C )
|
141. NAGA SASRA
142. NAGA SELUMAN
143. NAGA BONGKOKAN
144. PANJI PANIWEN
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 15)
145. BIMA KRODHA
146. MAHESA NYABRANG
|
147. RANGGA PASUNG
148. RANGGA WILAH
|
149. SEDHET
150. CARITA BUNTALA
|
NAMA/BENTUK/DAPUR
KERIS (jenis LUK 17)
151. NGAMPAR BUTA
|
152. LANCINGAN
|
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK 19)
153. TRI MURDA.
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK 21)
154. KALA
TINANTANG
155. TRI SIRAH
156. DRAJIT
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK
25)
157. BIMA RANGSANG
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK
27)
158. RANGGA WIRUN
159. KALA BENDU
NAMA/BENTUK/DAPUR KERIS (jenis LUK
29)
160. RANGGA WULUNG
NAMA/BENTUK/DAPUR TOMBAK
161. GODHONG PRING
162. GODHONG ANDONG
163. KUDHUP CEPAKA
164. KUDHUP MELATI
165. KUDHUP GAMBIR
166. SUJEN AMPEL
167. TUMBUK
168. SADAK
169. TOTOG
170. BUNG AMPEL
|
|
171. BIRING DRAJIT
172. BIRING SUMBEN
173. BIEING JALER
174. BIRING ISTRI
175. CEKEL BELULUK
176. CEKEL PANGRAWIT
177. CEKEL ADILUWIH
178. PLERET
179. SEKAR JANTUNG
180. TUMPER INGAS
|
181. BARU
182. BARU KARNA
183. BARU KALANTAKA
184. BARU PANATAS
185. BARU TROPONG
186. BANYAK ANGREM
187. GODHONG DHADHAP
188. GODHONG SEDAH
189. SEMAR TINANDHU
190. PANDU
|
191. KUDHI
192. SAPIT ABON
193. SAPU ABON
194. DARA DASIH MENGGAH
188. GODHONG SEDAH
195. DORA MANGGALA.
196. SIPAT KELOR
197. BUTA MELER
198. SLADHANG HASTA
199. RANGGA
200. PANGGANG WELUT
|
201. PANGGANG LELE
202. CACING KANIL
203. MANGKON
204. MEGANTARA
205. KARACAN
206. LUNG GANDHU
207. SANGA-SANGA
208. CITRA
209. DARA DASIH
210. MASTAKA
|